Kemerdekaan
tidak Menghasilkan Kemakmuran
Sebagai
salah satu Syarat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Sejarah Perekonomian.
Disusun
oleh : Fitria Indriani
Program
studi : Sejarah
SEKOLAH
TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) SETIA BUDHI RANGKASBITUNG
Jl.
Budi Utomo No.22 L Komplek Pendidikan Rangkasbitung
2013-2014.
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Sistem
perekonomian adalah sistem yang digunakan oleh suatu negara untuk
mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya baik kepada individu maupun
organisasi di negara tersebut. Perbedaan mendasar antara sebuah sistem ekonomi
dengan sistem ekonomi lainnya adalah bagaimana cara sistem itu mengatur faktor
produksinya. Dalam beberapa sistem, seorang individu boleh memiliki semua
faktor produksi.Sementara dalam sistem lainnya, semua faktor tersebut di pegang
oleh pemerintah.Kebanyakan sistem ekonomi di dunia berada di antara dua sistem
ekstrem tersebut. (Jamiat Yudi. 2007. Ekonomi. Jakarta: PT Bintang Ilmu)
Indonesia
akhirnya merdeka, tetapi dibandingkan dengan masa pendudukan jepang dan
tahun-tahun revolusi, keadaan lebih baik bagi sebagian besar rakyat
Indonesia.Kemerdekaan tidak menghasilkan kemakmuran umum yang diharapkan banyak
orang. (Riceklefs, M,C. 2005. Sejarah Indonesia Modern.Yogyakarta:UGM)
1.2 Rumusan
Masalah
1) Bagaimana
keadaan ekonomi Indonesia setelah merdeka?
2) Mengapa
pada zaman demokrasi liberal yang diutamakan kemakmuran perorangan?
3) Apa
isi dari Osamu Seirei No 31?
1.3 Tujuan
1) Kita
bisa mengetahui keadaan ekonomi Indonesia setelah kemerdekaan
1) Mengetahui
alasan mengapa pada zaman demokrasi liberal yang diutamakan kemakmuran
perorangan
2) Dan
kita juga bisa mengetahui isi dari Osamu Seirei No 31
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Keadaan
Ekonomi Indonesia setelah merdeka
Indonesia akhirnya merdeka, masalah-masalah ekonomi
dan sosial yang dihadapi bangsaindonesia setelah pendudukan jepang dan revolusi
sangatlah besar.Perkebunan-perkebunan dan instalasi-instalasi industry
diseluruh penjuru negeri rusak berat.Mungkin yang paling penting ialah bahwa
laju pertumbuhan penduduk meningkat lagi.Produksi pangan meningkat, tetapi
tidak cukup. Produksi beras pada tahun 1956 adalah 25% lebih tinggi dari pada
produksi pada tahun 1950, tetapi sejumlah besar impor masih tetap diperlukan. Pertanian
banyak menyerap tenaga kerja baru dengan membagi pekerjaan diantara sejumlah
buruh yang jumlahnya meningkat terus. Akan tetapi banyak dari mereka yang
berduyun-duyun kekota yang tumbuh secara cepat sekali.
Gaji yang rendah dan sangat dipengqaruhi inflasi,
ketidak efisienan, salah urus, dan korupsi kecil-kecilan menjadi sangat biasa,
dan birokrasi yang tidak praktis ini menjadi semakin tidak mampu untuk
melaksanakan apa-apa.
Pemulihan ekspor Indonesia berlangsung lambat,
minyak penghasil devisa terbesar ke dua setelah karet adalah yang paling besr
harapannya untuk jangka panjang. Pada umumnya program-program infrastruktur
pemerintah yang sangat penting untuk sektor ekspor (seperti jalan raya,
pelabuhan, pengendalian banjir, irigasi, dan kehutanan) memburuk, dan nilai
tukar buatan mendistriminasikan para pengekspor.
Dibidang ekonomi pada umumnya
kepentingan-kepentingan non-indonesia tetap mempunyai arti yang penting. Shell
dan perusahaan-perusahaan Amerika, Stonvac dan Caltex mempunyai posisi yang kuat
dibidang industry minyak, dan sebagian besar pelayanan antar pulau berada di
tangan perusahaan pelayaran KPM belanda (Koninklitke Pketvaart Muatschappij).
Perbankan di dominasi oleh perusahaan-perusahaan belanda, inggris, dan cina,
dan orang-orang cina juga menguasai kebanyakan kredit pedesaan.Tampak jelas bagi para pengamat yang mengetahui
bahwa bangsa Indonesia secara ekonomi tidak merdeka, suatu kenyataan yang
mendukung radikalisme pada akhir tahun 1950-an.
Dengan lambatnya pemulihan ekonomi dan perluasan
pengeluaran pemerintah, maka tidaklah mengherankan bahwa inflasi dari masa
perang dan revolusi terus berlanjut.Semua sector kemasyarakatan menderita
sampai tingkatan tertentu dari kenaikan harga. Para pegawai yang di gaji dan
para buruh upahan sangat berpengaruh, sedangkan para tuan tanah, para pejabat
desa yang di beri sebagai pengganti gaji, dan para petani produsen berasrelatip
di untungkan. Dibandingkan dengan masa pendudukan jepang dan tahun-tahun
revolusi, keadaannya lebih baik bagi sebagian besar rakyat Indonesia, tetapi
kemerdekaan tidak menghasilkan kemakmuran umum yang di harapkan banyak orang.(Ricklefs.M.C.
2005.Sejarah Indonesia Modern.Yogyakarta : UGM)
B. Perekonomian
disusun sebagai usaha bersama
Perekonomian yang di utamakan, bukan kemakmuran
perorangan.Sebab itu perekonomian di susun sebagai usaha bersama berdasarkan
atas asas kekeluargaan.Bangun usaha yang sesuai dengan itu adalah koperasi
perekonomian berdasarkan atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang
sebab itu cabang-cabang produksi yang pentingbagi negeri dan yang menguasai
hajat hidup orang banyak harus di kuasai oleh Negara.Kalau tidak, tampak
produksi jatuh ke tangan orang yang berkuasa dan rakyat yang banyak di
tindasnya.
Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup
orang banyak yang boleh ada di tangan perorangan , bumi dan air dan kekayaan
alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat sebab itu
harus di kuasai oleh Negara dan di pergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran
rakyat. (Rambi Rizal. 1997. Agenda Aksi Liberalisasi Ekonomi dan Politik di
Indonesia. Yogyakarta : PT Tiara Walana Yogya)
Pelaksanaan demokrasi liberal sesuai dengan
konstitusi yang berlaku saat itu, yakni Undang Undang Dasar Sementara 1950.
Kondisi ini bahkan sudah dirintis sejak dikeluarkannya maklumat pemerintah
tanggal 16 Oktober 1945 dan maklumat tanggal 3 November 1945, tetapi kemudian
terbukti bahwa demokrasi liberal atau parlementer yang meniru sistem Eropa
Barat kurang sesuai diterapkan di Indonesia. Tahun 1950 sampai 1959 merupakan
masa berkiprahnya parta-partai politik.Dua partai terkuat pada masa itu (PNI
& Masyumi) silih berganti memimpin kabinet.Sering bergantinya kabinet
sering menimbulkan ketidakstabilan dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan
keamanan. Ciri-ciri demokrasi liberal adalah sebagai berikut :
·
Presiden dan Wakil
Presiden tidak dapat diganggu gugat
·
Menteri bertanggung
jawab atas kebijakan pemerintah
·
Presiden bisa dan
berhak berhak membubarkan DPR
·
Perdana Menteri
diangkat oleh Presiden
(
Rosiyanti Santi. 2007. Ekonomi. Bandung: Angkasa Bandung)
Meskipun Indonesia telah merdeka tetapi Kondisi
Ekonomi Indonesia masih sangat buruk.Upaya untuk mengubah stuktur ekonomi
kolonial ke ekonomi nasional yang sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia berjalan
tersendat-sendat.Faktor yang menyebabkan keadaan ekonomi tersendat adalah
sebagai berikut.
·
Setelah pengakuan
kedaulatan dari Belanda pada tanggal 27 Desember 1949, bangsa Indonesia
menanggung beban ekonomi dan keuangan seperti yang telah ditetapkan dalam KMB.
Beban tersebut berupa hutang luar negeri sebesar 1,5 Triliun rupiah dan utang
dalam negeri sejumlah 2,8 Triliun rupiah.
·
Defisit yang harus
ditanggung oleh Pemerintah pada waktu itu sebesar 5,1 Miliar.
·
Indonesia hanya
mengandalkan satu jenis ekspor terutama hasil bumi yaitu pertanian dan
perkebunan sehingga apabila permintaan ekspor dari sektor itu berkurang akan
memukul perekonomian Indonesia.
·
Politik keuangan
Pemerintah Indonesia tidak di buat di Indonesia melainkan dirancang oleh
Belanda.
·
Pemerintah Belanda
tidak mewarisi nilai-nilai yang cukup untuk mengubah sistem ekonomi kolonial
menjadi sistem ekonomi nasional.
·
Belum memiliki
pengalaman untuk menata ekonomi secara baik, belum memiliki tenaga ahli dan
dana yang diperlukan secara memadai.
·
Situasi keamanan dalam
negeri yang tidak menguntungkan berhubung banyaknya pemberontakan dan gerakan
sparatisisme di berbagai daerah di wilayah Indonesia.
·
Tidak stabilnya situasi
politik dalam negeri mengakibatkan pengeluaran pemerintah untuk operasi-operasi
keamanan semakin meningkat.
·
Kabinet terlalu sering
berganti menyebabakan program-program kabinet yang telah direncanakan tidak
dapat dilaksanakan, sementara program baru mulai dirancang.
·
Angka pertumbuhan
jumlah penduduk yang besar.
Masalah
jangka pendek yang harus dihadapi pemerintah adalah :
·
Mengurangi jumlah uang
yang beredar
·
Mengatasi Kenaikan
biaya hidup.
Sementara
masalah jangka panjang yang harus dihadapi adalah :
·
Pertambahan penduduk
dan tingkat kesejahteraan penduduk yang rendah.
(Arifin,
Ramudi. 2003. Ekonomi Koprasi. Jatinagor: Ikopin Press)
C. Menekan
Masyarakat
Pada tahun 1945, mengeluarkan Osamu Seirei No. 31
tahun 1944 yang mengatakan bahwa rakyat dilarang menanam tebu dan menanam
gula.Alasanya untuk mengurangi jumlah gula yang beredar juga untuk menekan
masyarakat produksi.(Poesponegoro.M.D. 2008.Sejarah Nasional Indonesia VI.Jakarta:
Balai Pustaka)
Kehidupan ekonomi Indonesia hingga tahun 1959 belum
berhasil dengan baik dan tantangan yang menghadangnya cukup berat.Upaya
pemerintah untuk memperbaiki kondisi ekonomi adalah sebagai berikut.
1) Gunting
Syafruddin
Kebijakan ini adalah Pemotongan nilai uang
(sanering). Caranya memotong semua uang yang bernilai Rp. 2,50 ke atas hingga
nilainya tinggal setengahnya.
Kebijakan ini dilakukan oleh Menteri Keuangan
Syafruddin Prawiranegara pada masa pemerintahan RIS. Tindakan ini dilakukan
pada tanggal 20 Maret 1950 berdasarkan SK Menteri Nomor 1 PU tanggal 19 Maret
1950Tujuannya untuk menanggulangi defisit anggaran sebesar Rp. 5,1
Miliar.Dampaknya rakyat kecil tidak dirugikan karena yang memiliki uang Rp.
2,50 ke atas hanya orang-orang kelas menengah dan kelas atas. Dengan kebijakan
ini dapat mengurangi jumlah uang yang beredar dan pemerintah mendapat
kepercayaan dari pemerintah Belanda dengan mendapat pinjaman sebesar Rp. 200
juta.
2) Sistem
Ekonomi Gerakan Benteng
Sistem
ekonomi Gerakan Benteng merupakan usaha pemerintah Republik Indonesia untuk
mengubah struktur ekonomi yang berat sebelah yang dilakukan pada masa Kabinet
Natsir yang direncanakan oleh Sumitro Joyohadikusumo (menteri
perdagangan).Program ini bertujuan untuk mengubah struktur ekonomi kolonial
menjadi struktur ekonomi nasional (pembangunan ekonomi Indonesia).Programnya
:Menumbuhkan kelas pengusaha dikalangan bangsa Indonesia.Para pengusaha Indonesia
yang bermodal lemah perlu diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam
pembangunan ekonomi nasional.Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu
dibimbing dan diberikan bantuan kredit.Para pengusaha pribumi diharapkan secara
bertahap akan berkembang menjadi maju.
Gagasan
Sumitro ini dituangkan dalam program Kabinet Natsir dan Program Gerakan Benteng
dimulai pada April 1950.Hasilnya selama 3 tahun (1950-1953) lebih kurang 700
perusahaan bangsa Indonesia menerima bantuan kredit dari program ini.Tetapi
tujuan program ini tidak dapat tercapai dengan baik meskipun beban keuangan
pemerintah semakin besar. Kegagalan program ini disebabkan karena :
·
Para pengusaha pribumi
tidak dapat bersaing dengan pengusaha non pribumi dalam kerangka sistem ekonomi
liberal.
·
Para pengusaha pribumi
memiliki mentalitas yang cenderung konsumtif.
·
Para pengusaha pribumi
sangat tergantung pada pemerintah.
·
Para pengusaha kurang
mandiri untuk mengembangkan usahanya.
·
Para pengusaha ingin
cepat mendapatkan keuntungan besar dan menikmati cara hidup mewah.
·
Para pengusaha
menyalahgunakan kebijakan dengan mencari keuntungan secara cepat dari kredit
yang mereka peroleh.
Dampaknya program ini menjadi salah satu sumber
defisit keuangan. Beban defisit anggaran Belanja pada 1952 sebanyak 3 Miliar
rupiah ditambah sisa defisit anggaran tahun sebelumnya sebesar 1,7 miliar
rupiah. Sehingga menteri keuangan Jusuf Wibisono memberikan bantuan kredit
khususnya pada pengusaha dan pedagang nasional dari golongan ekonomi lemah
sehingga masih terdapat para pengusaha pribumi sebagai produsen yang dapat
menghemat devisa dengan mengurangi volume impor.
3) Nasionalisasi
De Javasche Bank
Seiring
meningkatnya rasa nasionalisme maka pada akhir tahun 1951 pemerintah Indonesia
melakukan nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia.Awalnya
terdapat peraturan bahwa mengenai pemberian kredi tharus dikonsultasikan pada
pemerintah Belanda.Hal ini menghambat pemerintah dalam menjalankan kebijakan ekonomi
dan moneter.
Tujuannya
adalah untuk menaikkan pendapatan dan menurunkan biaya ekspor, serta melakukan
penghematan secara drastis.Perubahan mengenai nasionalisasi De Javasche Bank
menjadi Bank Indonesia sebagai bank sentral dan bank sirkulasi diumumkan pada
tanggal 15 Desember 1951 berdasarkan Undang-undang No. 24 tahun 1951.
4) Sistem
Ekonomi Ali-Baba
Sistem
ekonomi Ali-Baba diprakarsai oleh Iskaq Tjokrohadisurjo (mentri perekonomian
kabinet Ali I). Tujuan dari program ini adalah
·
Untuk memajukan pengusaha
pribumi.
·
Agar para pengusaha
pribumi Bekerjasama memajukan ekonomi nasional.
·
Pertumbuhan dan
perkembangan pengusaha swasta nasional pribumi dalam rangka merombak ekonomi
kolonial menjadi ekonomi nasional.
·
Memajukan ekonomi
Indonesia perlu adanya kerjasama antara pengusaha pribumi dan non pribumi.
Ali digambarkan sebagai pengusaha pribumi sedangkan
Baba digambarkan sebagai pengusaha non pribumi khususnya Cina.Pelaksanaan
kebijakan Ali-Baba,
·
Pengusaha pribumi
diwajibkan untuk memberikan latihan-latihan dan tanggung jawab kepada
tenaga-tenaga bangsa Indonesia agar dapat menduduki jabatan-jabatan staf.
·
Pemerintah menyediakan
kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional
·
Pemerintah memberikan
perlindungan agar mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan asing yang ada.
Program
ini tidak dapat berjalan dengan baik sebab:Pengusaha pribumi kurang: pengalaman
sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah.
Sedangkan pengusaha non pribumi lebih berpengalaman dalam memperoleh bantuan
kredit.Indonesia menerapkan sistem Liberal sehingga lebih mengutamakan
persaingan bebas.Pengusaha pribumi belum sanggup bersaing dalam pasar bebas.
5) Persaingan
Finansial Ekonomi (Finek)
Pada
masa Kabinet Burhanudin Harahap dikirim delegasi ke Jenewa untuk merundingkan
masalah finansial-ekonomi antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda.Misi ini
dipimpin oleh Anak Agung Gede Agung. Pada tanggal 7 Januari 1956 dicapai
kesepakatan rencana persetujuan Finek, yang berisi :Persetujuan Finek hasil KMB
dibubarkan.Hubungan Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas hubungan
bilateral.Hubungan Finek didasarkan pada Undang-undang Nasional, tidak boleh
diikat oleh perjanjian lain antara kedua belah pihak.
Hasilnya
pemerintah Belanda tidak mau menandatangani, sehingga Indonesia mengambil
langkah secara sepihak.Tanggal 13 Februari1956, Kabinet Burhanuddin Harahap
melakukan pembubaran Uni Indonesia-Belanda secara sepihak.Tujuannya untuk
melepaskan diri dari keterikatan ekonomi dengan Belanda.Sehingga, tanggal 3 Mei
1956, akhirnya Presiden Sukarno menandatangani undang-undang pembatalan
KMB.Dampaknya : Banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya, sedangkan
pengusaha pribumi belum mampu mengambil alih perusahaan Belanda tersebut.
6) Rencana
Pembangunan Lima Tahun (RPLT)
Masa
kerja kabinet pada masa liberal yang sangat singkat dan program yang silih
berganti menimbulkan ketidakstabilan politik dan ekonomi yang menyebabkan
terjadinya kemerosotan ekonomi, inflasi, dan lambatnya pelaksanaan pembangunan.
Program
yang dilaksanakan umumnya merupakan program jangka pendek, tetapi pada masa
kabinet Ali Sastroamijoyo II, pemerintahan membentuk Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional yang disebut Biro Perancang Negara.Tugas biro ini
merancang pembangunan jangka panjang.Ir. Juanda diangkat sebagai menteri
perancang nasional. Biro ini berhasil menyusun Rencana Pembangunan Lima Tahun
(RPLT) yang rencananya akan dilaksanakan antara tahun 1956-1961 dan disetujui
DPR pada tanggal 11 November 1958. Tahun 1957 sasaran dan prioritas RPLT diubah
melalui Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap). Pembiayaan RPLT diperkirakan
12,5 miliar rupiah.
RPLT
tidak dapat berjalan dengan baik disebabkan karena :Adanya depresi ekonomi di
Amerika Serikat dan Eropa Barat pada akhir tahun 1957 dan awal tahun 1958
mengakibatkan ekspor dan pendapatan negara merosot.Perjuangan pembebasan Irian
Barat dengan melakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia
menimbulkan gejolak ekonomi.Adanya ketegangan antara pusat dan daerah sehingga
banyak daerah yang melaksanakan kebijakan ekonominya masing-masing.
7) Musyawarah
Nasional Pembangunan
Masa
kabinet Juanda terjadi ketegangan hubungan antara pusat dan daerah.Masalah
tersebut untuk sementara waktu dapat teratasi dengan Musayawaraah Nasional
Pembangunan (Munap).Tujuan diadakan Munap adalah untuk mengubah rencana
pembangunan agar dapat dihasilkan rencana pembangunan yang menyeluruh untuk
jangka panjang. Tetapi tetap saja rencana pembangunan tersebut tidak dapat
dilaksanakan dengan baik karena :
·
Adanya kesulitan dalam
menentukan skala prioritas.
·
Terjadi ketegangan
politik yang tak dapat diredakan.
·
Timbul pemberontakan
PRRI/Permesta.
·
Membutuhkan biaya besar
untuk menumpas pemberontakan PRRI/ Permesta sehingga meningkatkan defisit
Indonesia.
·
Memuncaknya ketegangan
politik Indonesia- Belanda menyangkut masalah Irian Barat mencapai konfrontasi
bersenjata. (Suharjoko Puji. 2007. Ekonomi. Bandung: Angkasa Bandung)
BAB III
KESIMPULAN
Indonesia
akhirnya merdeka, masalah-masalah ekonomi dan sosial yang dihadapi
bangsaindonesia setelah pendudukan jepang dan revolusi sangatlah
besar.Perkebunan-perkebunan dan instalasi-instalasi industry diseluruh penjuru
negeri rusak berat.Mungkin yang paling penting ialah bahwa laju pertumbuhan
penduduk meningkat lagi.Produksi pangan meningkat, tetapi tidak cukup.
Perekonomian
yang di utamakan, bukan kemakmuran perorangan.Sebab itu perekonomian di susun
sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.Bangun usaha yang
sesuai dengan itu adalah koperasi perekonomian berdasarkan atas demokrasi
ekonomi, kemakmuran bagi semua orang sebab itu cabang-cabang produksi yang
pentingbagi negeri dan yang menguasai hajat hidup orang banyak harus di kuasai
oleh Negara.
Pada
tahun 1945, mengeluarkan Osamu Seirei No. 31 tahun 1944 yang mengatakan bahwa
rakyat dilarang menanam tebu dan menanam gula.Alasanya untuk mengurangi jumlah
gula yang beredar juga untuk menekan masyarakat produksi.