Selasa, 22 April 2014

sej. per.eko.fitriani.



Kemerdekaan tidak Menghasilkan Kemakmuran


Sebagai salah satu Syarat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Sejarah Perekonomian.







Disusun oleh   : Fitria Indriani
Program studi  : Sejarah




SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) SETIA BUDHI RANGKASBITUNG
Jl. Budi Utomo No.22 L Komplek Pendidikan Rangkasbitung
2013-2014.



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Sistem perekonomian adalah sistem yang digunakan oleh suatu negara untuk mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya baik kepada individu maupun organisasi di negara tersebut. Perbedaan mendasar antara sebuah sistem ekonomi dengan sistem ekonomi lainnya adalah bagaimana cara sistem itu mengatur faktor produksinya. Dalam beberapa sistem, seorang individu boleh memiliki semua faktor produksi.Sementara dalam sistem lainnya, semua faktor tersebut di pegang oleh pemerintah.Kebanyakan sistem ekonomi di dunia berada di antara dua sistem ekstrem tersebut. (Jamiat Yudi. 2007. Ekonomi. Jakarta: PT Bintang Ilmu)
Indonesia akhirnya merdeka, tetapi dibandingkan dengan masa pendudukan jepang dan tahun-tahun revolusi, keadaan lebih baik bagi sebagian besar rakyat Indonesia.Kemerdekaan tidak menghasilkan kemakmuran umum yang diharapkan banyak orang. (Riceklefs, M,C. 2005. Sejarah Indonesia Modern.Yogyakarta:UGM)

1.2  Rumusan Masalah

1)      Bagaimana keadaan ekonomi Indonesia setelah merdeka?
2)      Mengapa pada zaman demokrasi liberal yang diutamakan kemakmuran perorangan?
3)      Apa isi dari Osamu Seirei No 31?

1.3  Tujuan

1)      Kita bisa mengetahui keadaan ekonomi Indonesia setelah kemerdekaan
1)      Mengetahui alasan mengapa pada zaman demokrasi liberal yang diutamakan kemakmuran perorangan
2)      Dan kita juga bisa mengetahui isi dari Osamu Seirei No 31





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Keadaan Ekonomi Indonesia setelah merdeka
Indonesia akhirnya merdeka, masalah-masalah ekonomi dan sosial yang dihadapi bangsaindonesia setelah pendudukan jepang dan revolusi sangatlah besar.Perkebunan-perkebunan dan instalasi-instalasi industry diseluruh penjuru negeri rusak berat.Mungkin yang paling penting ialah bahwa laju pertumbuhan penduduk meningkat lagi.Produksi pangan meningkat, tetapi tidak cukup. Produksi beras pada tahun 1956 adalah 25% lebih tinggi dari pada produksi pada tahun 1950, tetapi sejumlah besar impor masih tetap diperlukan. Pertanian banyak menyerap tenaga kerja baru dengan membagi pekerjaan diantara sejumlah buruh yang jumlahnya meningkat terus. Akan tetapi banyak dari mereka yang berduyun-duyun kekota yang tumbuh secara cepat sekali.
Gaji yang rendah dan sangat dipengqaruhi inflasi, ketidak efisienan, salah urus, dan korupsi kecil-kecilan menjadi sangat biasa, dan birokrasi yang tidak praktis ini menjadi semakin tidak mampu untuk melaksanakan apa-apa.
Pemulihan ekspor Indonesia berlangsung lambat, minyak penghasil devisa terbesar ke dua setelah karet adalah yang paling besr harapannya untuk jangka panjang. Pada umumnya program-program infrastruktur pemerintah yang sangat penting untuk sektor ekspor (seperti jalan raya, pelabuhan, pengendalian banjir, irigasi, dan kehutanan) memburuk, dan nilai tukar buatan mendistriminasikan para pengekspor.
Dibidang ekonomi pada umumnya kepentingan-kepentingan non-indonesia tetap mempunyai arti yang penting. Shell dan perusahaan-perusahaan Amerika, Stonvac dan Caltex mempunyai posisi yang kuat dibidang industry minyak, dan sebagian besar pelayanan antar pulau berada di tangan perusahaan pelayaran KPM belanda (Koninklitke Pketvaart Muatschappij). Perbankan di dominasi oleh perusahaan-perusahaan belanda, inggris, dan cina, dan orang-orang cina juga menguasai kebanyakan kredit pedesaan.Tampak  jelas bagi para pengamat yang mengetahui bahwa bangsa Indonesia secara ekonomi tidak merdeka, suatu kenyataan yang mendukung radikalisme pada akhir tahun 1950-an.
Dengan lambatnya pemulihan ekonomi dan perluasan pengeluaran pemerintah, maka tidaklah mengherankan bahwa inflasi dari masa perang dan revolusi terus berlanjut.Semua sector kemasyarakatan menderita sampai tingkatan tertentu dari kenaikan harga. Para pegawai yang di gaji dan para buruh upahan sangat berpengaruh, sedangkan para tuan tanah, para pejabat desa yang di beri sebagai pengganti gaji, dan para petani produsen berasrelatip di untungkan. Dibandingkan dengan masa pendudukan jepang dan tahun-tahun revolusi, keadaannya lebih baik bagi sebagian besar rakyat Indonesia, tetapi kemerdekaan tidak menghasilkan kemakmuran umum yang di harapkan banyak orang.(Ricklefs.M.C. 2005.Sejarah Indonesia Modern.Yogyakarta : UGM)
B.     Perekonomian disusun sebagai  usaha bersama
Perekonomian yang di utamakan, bukan kemakmuran perorangan.Sebab itu perekonomian di susun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.Bangun usaha yang sesuai dengan itu adalah koperasi perekonomian berdasarkan atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang sebab itu cabang-cabang produksi yang pentingbagi negeri dan yang menguasai hajat hidup orang banyak harus di kuasai oleh Negara.Kalau tidak, tampak produksi jatuh ke tangan orang yang berkuasa dan rakyat yang banyak di tindasnya.
Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak yang boleh ada di tangan perorangan , bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat sebab itu harus di kuasai oleh Negara dan di pergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. (Rambi Rizal. 1997. Agenda Aksi Liberalisasi Ekonomi dan Politik di Indonesia. Yogyakarta : PT Tiara Walana Yogya)
Pelaksanaan demokrasi liberal sesuai dengan konstitusi yang berlaku saat itu, yakni Undang Undang Dasar Sementara 1950. Kondisi ini bahkan sudah dirintis sejak dikeluarkannya maklumat pemerintah tanggal 16 Oktober 1945 dan maklumat tanggal 3 November 1945, tetapi kemudian terbukti bahwa demokrasi liberal atau parlementer yang meniru sistem Eropa Barat kurang sesuai diterapkan di Indonesia. Tahun 1950 sampai 1959 merupakan masa berkiprahnya parta-partai politik.Dua partai terkuat pada masa itu (PNI & Masyumi) silih berganti memimpin kabinet.Sering bergantinya kabinet sering menimbulkan ketidakstabilan dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan keamanan. Ciri-ciri demokrasi liberal adalah sebagai berikut :
·         Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat diganggu gugat
·         Menteri bertanggung jawab atas kebijakan pemerintah
·         Presiden bisa dan berhak berhak membubarkan DPR
·         Perdana Menteri diangkat oleh Presiden
( Rosiyanti Santi. 2007. Ekonomi. Bandung: Angkasa Bandung)
Meskipun Indonesia telah merdeka tetapi Kondisi Ekonomi Indonesia masih sangat buruk.Upaya untuk mengubah stuktur ekonomi kolonial ke ekonomi nasional yang sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia berjalan tersendat-sendat.Faktor yang menyebabkan keadaan ekonomi tersendat adalah sebagai berikut.
·         Setelah pengakuan kedaulatan dari Belanda pada tanggal 27 Desember 1949, bangsa Indonesia menanggung beban ekonomi dan keuangan seperti yang telah ditetapkan dalam KMB. Beban tersebut berupa hutang luar negeri sebesar 1,5 Triliun rupiah dan utang dalam negeri sejumlah 2,8 Triliun rupiah.
·         Defisit yang harus ditanggung oleh Pemerintah pada waktu itu sebesar 5,1 Miliar.
·         Indonesia hanya mengandalkan satu jenis ekspor terutama hasil bumi yaitu pertanian dan perkebunan sehingga apabila permintaan ekspor dari sektor itu berkurang akan memukul perekonomian Indonesia.
·         Politik keuangan Pemerintah Indonesia tidak di buat di Indonesia melainkan dirancang oleh Belanda.
·         Pemerintah Belanda tidak mewarisi nilai-nilai yang cukup untuk mengubah sistem ekonomi kolonial menjadi sistem ekonomi nasional.
·         Belum memiliki pengalaman untuk menata ekonomi secara baik, belum memiliki tenaga ahli dan dana yang diperlukan secara memadai.
·         Situasi keamanan dalam negeri yang tidak menguntungkan berhubung banyaknya pemberontakan dan gerakan sparatisisme di berbagai daerah di wilayah Indonesia.
·         Tidak stabilnya situasi politik dalam negeri mengakibatkan pengeluaran pemerintah untuk operasi-operasi keamanan semakin meningkat.
·         Kabinet terlalu sering berganti menyebabakan program-program kabinet yang telah direncanakan tidak dapat dilaksanakan, sementara program baru mulai dirancang.
·         Angka pertumbuhan jumlah penduduk yang besar.

Masalah jangka pendek yang harus dihadapi pemerintah adalah :

·         Mengurangi jumlah uang yang beredar
·         Mengatasi Kenaikan biaya hidup.

Sementara masalah jangka panjang yang harus dihadapi adalah :

·         Pertambahan penduduk dan tingkat kesejahteraan penduduk yang rendah.

(Arifin, Ramudi. 2003. Ekonomi Koprasi. Jatinagor: Ikopin Press)

C.     Menekan Masyarakat
Pada tahun 1945, mengeluarkan Osamu Seirei No. 31 tahun 1944 yang mengatakan bahwa rakyat dilarang menanam tebu dan menanam gula.Alasanya untuk mengurangi jumlah gula yang beredar juga untuk menekan masyarakat produksi.(Poesponegoro.M.D. 2008.Sejarah Nasional Indonesia VI.Jakarta: Balai Pustaka)
Kehidupan ekonomi Indonesia hingga tahun 1959 belum berhasil dengan baik dan tantangan yang menghadangnya cukup berat.Upaya pemerintah untuk memperbaiki kondisi ekonomi adalah sebagai berikut.
1)      Gunting Syafruddin
Kebijakan ini adalah Pemotongan nilai uang (sanering). Caranya memotong semua uang yang bernilai Rp. 2,50 ke atas hingga nilainya tinggal setengahnya.
Kebijakan ini dilakukan oleh Menteri Keuangan Syafruddin Prawiranegara pada masa pemerintahan RIS. Tindakan ini dilakukan pada tanggal 20 Maret 1950 berdasarkan SK Menteri Nomor 1 PU tanggal 19 Maret 1950Tujuannya untuk menanggulangi defisit anggaran sebesar Rp. 5,1 Miliar.Dampaknya rakyat kecil tidak dirugikan karena yang memiliki uang Rp. 2,50 ke atas hanya orang-orang kelas menengah dan kelas atas. Dengan kebijakan ini dapat mengurangi jumlah uang yang beredar dan pemerintah mendapat kepercayaan dari pemerintah Belanda dengan mendapat pinjaman sebesar Rp. 200 juta.
2)      Sistem Ekonomi Gerakan Benteng

Sistem ekonomi Gerakan Benteng merupakan usaha pemerintah Republik Indonesia untuk mengubah struktur ekonomi yang berat sebelah yang dilakukan pada masa Kabinet Natsir yang direncanakan oleh Sumitro Joyohadikusumo (menteri perdagangan).Program ini bertujuan untuk mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional (pembangunan ekonomi Indonesia).Programnya :Menumbuhkan kelas pengusaha dikalangan bangsa Indonesia.Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional.Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu dibimbing dan diberikan bantuan kredit.Para pengusaha pribumi diharapkan secara bertahap akan berkembang menjadi maju.
Gagasan Sumitro ini dituangkan dalam program Kabinet Natsir dan Program Gerakan Benteng dimulai pada April 1950.Hasilnya selama 3 tahun (1950-1953) lebih kurang 700 perusahaan bangsa Indonesia menerima bantuan kredit dari program ini.Tetapi tujuan program ini tidak dapat tercapai dengan baik meskipun beban keuangan pemerintah semakin besar. Kegagalan program ini disebabkan karena :

·         Para pengusaha pribumi tidak dapat bersaing dengan pengusaha non pribumi dalam kerangka sistem ekonomi liberal.
·         Para pengusaha pribumi memiliki mentalitas yang cenderung konsumtif.
·         Para pengusaha pribumi sangat tergantung pada pemerintah.
·         Para pengusaha kurang mandiri untuk mengembangkan usahanya.
·         Para pengusaha ingin cepat mendapatkan keuntungan besar dan menikmati cara hidup mewah.
·         Para pengusaha menyalahgunakan kebijakan dengan mencari keuntungan secara cepat dari kredit yang mereka peroleh.
Dampaknya program ini menjadi salah satu sumber defisit keuangan. Beban defisit anggaran Belanja pada 1952 sebanyak 3 Miliar rupiah ditambah sisa defisit anggaran tahun sebelumnya sebesar 1,7 miliar rupiah. Sehingga menteri keuangan Jusuf Wibisono memberikan bantuan kredit khususnya pada pengusaha dan pedagang nasional dari golongan ekonomi lemah sehingga masih terdapat para pengusaha pribumi sebagai produsen yang dapat menghemat devisa dengan mengurangi volume impor.
3)      Nasionalisasi De Javasche Bank

Seiring meningkatnya rasa nasionalisme maka pada akhir tahun 1951 pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia.Awalnya terdapat peraturan bahwa mengenai pemberian kredi tharus dikonsultasikan pada pemerintah Belanda.Hal ini menghambat pemerintah dalam menjalankan kebijakan ekonomi dan moneter.
Tujuannya adalah untuk menaikkan pendapatan dan menurunkan biaya ekspor, serta melakukan penghematan secara drastis.Perubahan mengenai nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia sebagai bank sentral dan bank sirkulasi diumumkan pada tanggal 15 Desember 1951 berdasarkan Undang-undang No. 24 tahun 1951.

4)      Sistem Ekonomi Ali-Baba

Sistem ekonomi Ali-Baba diprakarsai oleh Iskaq Tjokrohadisurjo (mentri perekonomian kabinet Ali I). Tujuan dari program ini adalah

·         Untuk memajukan pengusaha pribumi.
·         Agar para pengusaha pribumi Bekerjasama memajukan ekonomi nasional.
·         Pertumbuhan dan perkembangan pengusaha swasta nasional pribumi dalam rangka merombak ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional.
·         Memajukan ekonomi Indonesia perlu adanya kerjasama antara pengusaha pribumi dan non pribumi.
Ali digambarkan sebagai pengusaha pribumi sedangkan Baba digambarkan sebagai pengusaha non pribumi khususnya Cina.Pelaksanaan kebijakan Ali-Baba,
·         Pengusaha pribumi diwajibkan untuk memberikan latihan-latihan dan tanggung jawab kepada tenaga-tenaga bangsa Indonesia agar dapat menduduki jabatan-jabatan staf.
·         Pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional
·         Pemerintah memberikan perlindungan agar mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan asing yang ada.

Program ini tidak dapat berjalan dengan baik sebab:Pengusaha pribumi kurang: pengalaman sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah. Sedangkan pengusaha non pribumi lebih berpengalaman dalam memperoleh bantuan kredit.Indonesia menerapkan sistem Liberal sehingga lebih mengutamakan persaingan bebas.Pengusaha pribumi belum sanggup bersaing dalam pasar bebas.

5)      Persaingan Finansial Ekonomi (Finek)

Pada masa Kabinet Burhanudin Harahap dikirim delegasi ke Jenewa untuk merundingkan masalah finansial-ekonomi antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda.Misi ini dipimpin oleh Anak Agung Gede Agung. Pada tanggal 7 Januari 1956 dicapai kesepakatan rencana persetujuan Finek, yang berisi :Persetujuan Finek hasil KMB dibubarkan.Hubungan Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas hubungan bilateral.Hubungan Finek didasarkan pada Undang-undang Nasional, tidak boleh diikat oleh perjanjian lain antara kedua belah pihak.
Hasilnya pemerintah Belanda tidak mau menandatangani, sehingga Indonesia mengambil langkah secara sepihak.Tanggal 13 Februari1956, Kabinet Burhanuddin Harahap melakukan pembubaran Uni Indonesia-Belanda secara sepihak.Tujuannya untuk melepaskan diri dari keterikatan ekonomi dengan Belanda.Sehingga, tanggal 3 Mei 1956, akhirnya Presiden Sukarno menandatangani undang-undang pembatalan KMB.Dampaknya : Banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya, sedangkan pengusaha pribumi belum mampu mengambil alih perusahaan Belanda tersebut.

6)      Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT)

Masa kerja kabinet pada masa liberal yang sangat singkat dan program yang silih berganti menimbulkan ketidakstabilan politik dan ekonomi yang menyebabkan terjadinya kemerosotan ekonomi, inflasi, dan lambatnya pelaksanaan pembangunan.
Program yang dilaksanakan umumnya merupakan program jangka pendek, tetapi pada masa kabinet Ali Sastroamijoyo II, pemerintahan membentuk Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang disebut Biro Perancang Negara.Tugas biro ini merancang pembangunan jangka panjang.Ir. Juanda diangkat sebagai menteri perancang nasional. Biro ini berhasil menyusun Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT) yang rencananya akan dilaksanakan antara tahun 1956-1961 dan disetujui DPR pada tanggal 11 November 1958. Tahun 1957 sasaran dan prioritas RPLT diubah melalui Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap). Pembiayaan RPLT diperkirakan 12,5 miliar rupiah.
RPLT tidak dapat berjalan dengan baik disebabkan karena :Adanya depresi ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa Barat pada akhir tahun 1957 dan awal tahun 1958 mengakibatkan ekspor dan pendapatan negara merosot.Perjuangan pembebasan Irian Barat dengan melakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia menimbulkan gejolak ekonomi.Adanya ketegangan antara pusat dan daerah sehingga banyak daerah yang melaksanakan kebijakan ekonominya masing-masing.

7)      Musyawarah Nasional Pembangunan

Masa kabinet Juanda terjadi ketegangan hubungan antara pusat dan daerah.Masalah tersebut untuk sementara waktu dapat teratasi dengan Musayawaraah Nasional Pembangunan (Munap).Tujuan diadakan Munap adalah untuk mengubah rencana pembangunan agar dapat dihasilkan rencana pembangunan yang menyeluruh untuk jangka panjang. Tetapi tetap saja rencana pembangunan tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan baik karena :

·         Adanya kesulitan dalam menentukan skala prioritas.
·         Terjadi ketegangan politik yang tak dapat diredakan.
·         Timbul pemberontakan PRRI/Permesta.
·         Membutuhkan biaya besar untuk menumpas pemberontakan PRRI/ Permesta sehingga meningkatkan defisit Indonesia.
·         Memuncaknya ketegangan politik Indonesia- Belanda menyangkut masalah Irian Barat mencapai konfrontasi bersenjata. (Suharjoko Puji. 2007. Ekonomi. Bandung: Angkasa Bandung)












BAB III
KESIMPULAN

Indonesia akhirnya merdeka, masalah-masalah ekonomi dan sosial yang dihadapi bangsaindonesia setelah pendudukan jepang dan revolusi sangatlah besar.Perkebunan-perkebunan dan instalasi-instalasi industry diseluruh penjuru negeri rusak berat.Mungkin yang paling penting ialah bahwa laju pertumbuhan penduduk meningkat lagi.Produksi pangan meningkat, tetapi tidak cukup.
Perekonomian yang di utamakan, bukan kemakmuran perorangan.Sebab itu perekonomian di susun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.Bangun usaha yang sesuai dengan itu adalah koperasi perekonomian berdasarkan atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang sebab itu cabang-cabang produksi yang pentingbagi negeri dan yang menguasai hajat hidup orang banyak harus di kuasai oleh Negara.
Pada tahun 1945, mengeluarkan Osamu Seirei No. 31 tahun 1944 yang mengatakan bahwa rakyat dilarang menanam tebu dan menanam gula.Alasanya untuk mengurangi jumlah gula yang beredar juga untuk menekan masyarakat produksi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar